KELAS : 2PA10
NPM: 13511565
A. Hubungan Interpersonal
1. Model Petukaran Sosial dan Analisis
Transaksional
Teori
pertukaran sosial adalah salah
satu teori sosial yang mempelajari bagaimana seseorang berhubungan dengan orang
lain , kemudian seseorang itu menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan
keuntungan yang didapatkan dari hubungan itu . Setelah seseorang menentukan
keseimbangannya , ia akan menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki
hubungan / tidak sama sekali. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain tanpa
terasa ada hubungan resiprok didalamnya. Paling tidak ada 3 hal yang kita
pertukarkan :
·
Ganjaran
·
Pengorbanan
·
Keuntungan
Analisis
Transaksional (AT) adalah salah
satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT
dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
AT
dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People
Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa
terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis transaksional ini
berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan
transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga
kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Pada
dasarnya teori analisis transaksional berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar
mempercayai dirinya sendiri, berpikir, dan memutusakan untuk dirinya sendiri,
dan mengungkapkan perasaan- perasaannya.
2. Pembentukan Kesan dan Ketertarikan
Interpersonal dalam Memulai Hubungan
Ellen
Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis,
1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa
bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi
adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif
serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat
individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan
keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi
utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression).
Penyebab
ketertarikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam
hubungan yang erat meliputi :
·
Aspek kedekatan
·
Kesamaan
·
Kesukaan timbal balik
·
Ktertarikan fisik dan kesukaan
Teori
Ketertarikan Interpersonal
·
Social Exchange Theory
Teori
ini mengacu pada pernyataan sederhana bahwa relasi berlangsung mengikuti model
ekonomi ‘costs and benefits’ seperti
kondisi pasar, yang telah diperluas oleh para psikolog dan sosiolog menjadi
teori pertukaran sosial (social exchange theory) yang lebih kompleks.
Teori
pertukaran sosial menyatakan bahwa perasaan orang tentang suatu hubungan
tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif (rewards) dan ongkos
(costs) hubungan, jenis hubungan yang mereka jalani, dan kesempatan mereka
untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
·
Equity Theory
Beberapa
peneliti mengritik teori pertukaran sosial yang mengabaikan pentingnya keadilan
atau keseimbangan dalam hubungan. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa
orang tidak sekedar berusaha mendapatkan rewards sebanyak-banyaknya dan mengurangi costs, melainkan juga peduli
mengenai keseimbangan dalam hubungan, yaitu bahwa rewards dan costs yang mereka alami dan kontribusi
yang mereka berikan dalam hubungan tersebut kira-kira seimbang dengan pihak
lain. Teori ini menggambarkan bahwa hubungan yang seimbang adalah yang
membahagiakan dan relatif stabil
3. Peran , Konflik dan Adequacy Peran ,
Serta Autisitas dalam Hubungan Peran
Model Peran
terdapat empat
asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku
dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar
lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
·
Secara implicit bermain peran mendukung situasi
belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada
situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta
didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata.
Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat
menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
·
Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta
didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin
pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional
merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih
menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan
antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain
peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan
pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat
itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional
lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran
peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
·
Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan
ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui
proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa
saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan.
Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain
tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
·
Model bermain peran berasumsi bahwa proses
psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system
keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara
spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya
yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu
dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit
untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat
tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model
pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3)
pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan
situasi kehidupan nyata.
Konflik
Konflik
adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern)
maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik
dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of
tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau
lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai
kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai
pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Substantive
conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan
serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).
Adequancy peran & autentisitas
dalam hubungan peran
Kecukupan
perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada
preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat
memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut
peran-peran tersebut.
4. Intimacy dan Hubungan Pribadi
Kebutuhan intimacy merupakan suatu kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dan merupakan kebutuhan terdalam pada diri setiap manusia untuk mengetahui seseorang
secara lebih dekat, seperti merasa dihargai, diperhatikan, saling bertukar pendapat,
keinginan untuk selalu berbagi dan menerima serta perasaan saling memiliki sehingga
terjalin keterikatan yang semakin kuat dan erat.
Faktor
penyebab intimacy :
·
Keluasan : seberapa banyak aktifitas yg dilakukan bersama
·
Keterbukaan : adanya saling keterbukaan diri
·
Kedalaman : saling berbagi
5. Intimacy dan Pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak
menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan
cinta dibutuhkan.
B. Cinta dan Perkawinan
1.
Memilih
Pasangan
Sebelum
melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi, baik itu menjalin hubungan teman
dekat terlebih lagi menikah, yang pasti pemilihan pasangan itu bisa dikatakan
urutan pertama. Nah, disini pikiran sehat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk
mencari tahu selera, watak, dan keinginan apa saja yang memiliki titik
kesamaan. Pikiran sehat juga dibutuhkan untuk mencari tahu tingkat pendidikan
dan status yang berhasil diraih oleh calon pasangan, terlebih wanita muda yang
tertarik dengan seorang pria, harus mampu mengambil keputusan secepat mungkin
apakah status pria tersebut setingkat dari segi intelektual, moral, dan sosial
atau tidak?. Jika setelah mengevaluasi status itu ada beberapa kekurangan pada
diri calon pasangan, maka seorang wanita harus menjauh dan mengambil keputusan
yang berani. Jika calon pasangan berhasil melewati uji coba tersebut, maka
wanita memiliki alasan untuk membiarkannya mendekat.
Mencari
pasangan janganlah terlalu menuntut untuk bisa memperoleh yang sempurna, karena
tak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah semata. Manusia
juga tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia peroleh, mereka akan
terus mengejar keinginannya dan terkadang tanpa memperdulikan dampak dan orang
lain disekitarnya. Setiap manusia memiliki pilihan yang berbeda-beda sesuai dengan
kriterianya masing-masing dalam menentukan pasangan yang mereka inginkan.
Namun, tidak jarang juga mereka yang tidak memiliki kriteria tertentu. Orang
yang terlalu selektif dalam memilih kebanyakan justru akan merasakan kesulitan
dalam menemukan apa yang ingin didapatkannya. Berbeda dengan orang yang tidak
terlalu mempermasalahkan ketentuan tertentu, dan tanpa mereka sadari seseorang
akan datang padanya dengan sendirinya meskipun tidak mencari-cari yang tepat.
2.
Hubungan
dalam Perkawinan
Simak
dulu pendapat Dawn J.
Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator
and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan
perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa
diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang
tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan
pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap
pertama : Romantic Love. Saat ini adalah
saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi
di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu
melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap
kedua : Dissapointment or Distress.
Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan,
memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar
dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini
berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn
tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan
lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini
memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap
ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan
suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan
diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang
bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang
sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah
tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan
konsultasi perkawinan.
Tahap
keempat : Transformation. Suami istri di
tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya.
Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda.
Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda
dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan
pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk
mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap
kelima : Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi
dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan
pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang
dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan
perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih
pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk
Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real
love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,”
ingat Dawn.
Lebih
lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan
pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda
hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan
ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah
berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika
pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah
ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari
istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati
kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa
dia memang pilihan terbaik yang Allah pilihkan.
Ketika
keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah
menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan
untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari
Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan
untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik,
tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi
motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
3. Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
dalam Perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan
salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan
perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan
yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru
sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak
yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
4. Perceraian dan Pernikahan Kembali
Kelanggengan
hubungan dalam pernikahan adalah keinginan setiap pasangan. Namun bagaimanakah
jika pernikahan itu tidak langgeng dan justru akan mengakibatkan
perceraian?...Baiklah, dalam hal ini bisa dikatakan perceraian itu tidak hanya
terjadi begitu saja. Setiap akibat pasti ada penyebabnya, tak mungkin ada asap
tanpa api. Itulah sedikit ungkapan peribahasa sebagai perumpamaannya. Berbicara
tentang perceraian bisa dikaitkan dengan daya tarik spontan. Jika Anda tertarik
kepada seseorang hanya karena kelembutannya, ketulusannya, karena simpatinya
terhadap Anda, atau karena menjaga perasaan maka hubungan itu tidak bisa
bertahan lama. Hubungan semacam itu tidak bisa langgeng, sebentar saja pasti
akan hancur. Bahkan seandainya pernikahan semacam itu sukses, maka pasangan
Anda tidak bisa membaur dengan persepsi-persepsi Anda yang paling dalam ketika
Anda berdua saling melihat pasangan sebagai manusia yang sebenarnya.
Kelanggengan terlihat dari bagaimana seseorang memperhatikan sikap dan
ketulusan pasangannya. Selain itu juga harus memperhatikan kesetiaannya
terhadap nilai-nilai bersama. Dan harus selalu sadar bahwa rasa tertarik, harus
berasal dari kedua belah pihak, bukan dari satu pihak saja.
Penyebab
perceraian kebanyakan terjadi karena didalamnya terselip berbagai persoalan
rumah tangga yang tidak menemukan akhir penyelesaiannya. Dibutuhkan kekompakkan
antara keduanya dalam menghadapi berbagai persoalan itu. Pengertian...itulah
hal yang seharusnya bisa mereka tanamkan, karena jika minimnya sikap saling
perngertian keegoisan memuncak. Jika keegoisan diiringi dengan kemarahan yang
membara, perlu juga kesabaran. Tidak diperkenankan keduanya saling mengadu
amarahnya. Justru jika misalnya istri lebih sensitif dengan menunjukkan
kemarahannya, maka suami harus lebih mampu meredam amarahnya. Sehingga konflik
yang sedang terjadi tidak semakin besar. Tidak menutup kemungkinan juga,
konflik yang pada akhirnya menimbulkan perceraian itu bisa terjadi karena
adanya pihak ketiga yang dengan sengaja menyebarkan kesalahpahaman diantara
pasangan tersebut.
Memilih
sisi positif berarti memilih cara paling efektif dan efisien dalam hidup.
Seharusnya pada kedalaman diri kita, terdapat keseimbangan dua rasa yang saling
berlawanan ketika hubungan yang mesra itu berada dalam ujian. Pertama-tama
memang sekelompok perasaan tertentu yang mendominasi. Tetapi sekelompk rasa
yang lainnya tidak lagnsung mundur diri. Ia tetap ada walau terpaksa mundur dan
sembunyi di pojok gelap untuk menuggu kesempatan. Suami-istri menjalankan tugas
dan peran masing-masing dengan cepat. Keduanya akan merasa lemah ketika tidak
bisa mencari jalan keluar dari sisi-sisi negatif. Mereka merasa bahwa jiwanya
adalah karikatur kepribadiannya dalam kehidupan rumah tangga. Jika semua orang
memikirkan apa saja yang menyenangkan pasangannya lalu meninggalkan apa yang
tidak mereka senangi, tentu saja hubungan keluarga tidak akan hancur. Namun,
berbeda jika pasangan telah menemukan jalan keluar dari perosalan yang mereka
hadapi. Mereka akan cenderung introspeksi diri dengan perbuatan dan
kesalahan-kesalahannya sehingga menyadarkan dirinya bahwa masalah itu tidak
sepenuhnya selesai dengan kemarahan dan kesalahan satu pihak saja. Yang pada akhirnya
pasangan yang telah bercerai tersebut bisa memulai hidup yang baru dengan
menikah kembali dengan pasangannya
5. Alternatif Selain Pernikahan
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya
dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan
burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin
dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika
mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melajang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam
jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak
yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang
pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan
dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas
untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang
biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan
teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika
diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun
datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang
dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana
dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak
berat jodoh.
Tidak
dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi,
mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan
mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan
melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah
pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu
jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu
bersama di hari tua.
Arus
modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi
yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar