NPM : 13511565
KELAS : 3PA10
TUGAS I Softskill
Psikologi Manajemen
A. Pengantar
1. Apa itu Manajemen
Manajemen
(management) adalah pencapaian tujuan – tujuan
organisasi organisasional secara efektif dan efisien melalui perencanaan,
pengelolaan, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya-sumber daya
organisasional (1) keempat fungsi perencanaan, pengolaan, kepemimpinan, dan
pengendalian (2) pencapaian tujuan – tujuan organisasional secara efektif dan
efisien.
2. Apa yang di
maksud dengan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leading) berarti
menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan – tujuan
organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai – nilai dan budaya
bersama, mengomunikasikan tujuan – tujuan kepada karyawan di seluruh
organisasi, dan menyuntikkan semangat untuk memperlihatkan kinerja tertinggi
kepada karyawan.
3. Teori
Kepemimpinan Contingency Fiedler ( Matching Leaders & Tasks )
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam
mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi
pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan
fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku
kepemimpinan.
Pemimpin yang
berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
·
Pada set yang pertama, pemimpin
ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang
didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi
yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat
termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan
dengan sebaik-baiknya.
·
Pada set yang kedua, pemimpin
ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan
tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi
semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab
dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam
satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg
spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda,
oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan
selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling
efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini
melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler,
yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini
adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh
kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan
oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap
efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka
yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para
pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada
orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah
ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding
pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
4.
Model Kepemimpinan Normatif menurut Vroom & Yetton
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan
model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan,
atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci
metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan
menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan
dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa
terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka
berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah
yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka
tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah
dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok
berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada
dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan
keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap
terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan
metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang
harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus
digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah
keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya
terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam
implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan
sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat
saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan
organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di
kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode
kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu.
Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree)
yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang
Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom &
Yetton, 1973:
1.
Penerimaan Aturan: Jika
penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif,
menghilangkan gayaotokratis.
2.
Konflik Aturan: Jika penerimaan
oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang
pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan,
menghilangkan gaya otokratis.
3.
Keadilan Aturan: Jika kualitas
keputusan penerimaan tidak penting tapi penting gunakan gaya yang paling partisipatif.
4.
Penerimaan Aturan Prioritas:
Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis,dan
jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
5.
Teori Path – Goal dalam Kepemimpinan
Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen
dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima
oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber
kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi
sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja
yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap
pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain
bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2
bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal
theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas
dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi
para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan
kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi
efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada
bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang
pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang
mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan
bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha
dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness).
Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan
kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka
capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan
yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk
mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan
terdiri dari dua fungsi dasar:
1.
Fungsi Pertama; adalah memberi
kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya
dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan
tugasnya.
2.
Fungsi Kedua; adalah
meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya
dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut,
pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam
model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam
Kajanto, 2003) :
1. Instrumental
(directive) Instrumental
(directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu,
menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan
apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus
disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya
aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveMendukung:
sebuah gaya terfokus
pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka.
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia
juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan
mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota
kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar
terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan
kekecewaan.
3.ParticipativePartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan
bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran
dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif
dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
4.
Achievement-orientedPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan
tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam
proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang
diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal
characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand(Gibson,
2003).
1. Karakteristik
Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku
tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau
sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak
Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu
sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali
internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada
usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak
kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh
kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gaya
kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari
orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan
yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya
kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan
mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang
berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan
sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin
yang supportive yang
lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan
yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik
Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga
hal, yaitu:
1) Struktur
Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi
kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang
Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih
berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur
wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok
Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang
tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat
menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan
dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi
yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi,
tingkah laku pemimpin dan variabel situasional
B.
Perencanaan , Penetapan Manajemen
1.
Pengertian dari perencaaan Manajemen
Perencanaan merupakan proses
dasar manajemen dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tertentu. Langkah-langkah tersebut seperti menetapkan tujuan dan target,
merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target, menentukan sumber-sumber
daya yang diperlukan, serta menetapkan strandar keberhasilan dalam pencapaian
tujuan dan target bisnis.
perencanaan manajemen adalah proses
mendefinisikan tujuan organisasi,membuat strategi untuk mencapai tujuan itu dan
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi.
2.
Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan
dalam Organisasi
. Sebelum melaksanakan
kegiatan organisasi, sebelumnya dibutuhkan suatu perencanaan agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Berikut adalah empat tahap perencanaan yang baik :
Tahap 1:
Menentukan tujuan atau serangkaian tujuan.
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan
atau kebutuhan perusahaan. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, penggunaan sumber
daya perusahaan tidak efektif.
Tahap 2:
Merumuskan keadaan saat ini.
Pemahaman akan kondisi perusahaan sekarang dan tujuan yang hendak
dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan,
adalah sangat penting. Karena tujuan dan rencana menyangkut waktu akan datang.
Hanya setelah keadaan perusahaan saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan
untuk menggambarkan kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi
terutama keuangan dan data statistik.
Tahap 3:
Mengindentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu di
identifikasikan, untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.
Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor lingkungan dalam dan luar yang
dapat membantu perusahaan mencapai tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan
masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan
serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang, adalah bagian penting
dari proses perencanaan.
Tahap 4:
Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian
tujuan.
Tahap akhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai
pilihan kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian pilihan kegiatan terbaik
(paling memuaskan) di
antara pilihan yang ada.
3. Manfaat
dalam suatu Organisasi
Manfaat Perencanaan :
- Standar Pelaksanaan dan pengawasan
- Pemilihan berbagai alternative terbaik
- Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan
- Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
- Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
- Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
- Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti
4. Jenis
perencanaan dalam organisasi
Rencanaan Strategis
Perencanaan strategis dianggap
oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh tingkat hirarki yang
lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan
strategi dan tindakan untuk mencapainya.
Perencanaan ini merupakan
proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu
entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan
kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang
dipilih.
Hal ini biasanya dilakukan
dalam organisasi pada tingkat manajerial, atau tingkat tertinggi perintah, yang
dilakukan dengan cara taktik dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau diberikan perencanaan jangka panjang lebih dari 5 tahun.
Perencanaan strategis juga
merupakan suatu hal untuk merencanakan strategi dalam segala hal, atau dalam
kehidupan sehari-hari setiap orang.
Perencanaan Taktis / Taktik
Pada tingkat kedua dari
perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional bisnis,
termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat organisasi
menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk
jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah mengidentifikasi
tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.
Bagian taktis merupakan proses
yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat, merampingkan pengambilan
keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini dilakukan secara sistemik karena
merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem dan subsistem, seperti yang terlihat
dari sudut pandang sistemik. Apakah iteratif, dan proyek mana yang harus
fleksibel dan menerima penyesuaian dan koreksi. Teknik ini memungkinkan
pengukuran siklus dan evaluasi sebagai dijalankan yang secara dinamis dan
interaktif dilakukan dengan orang lain, dan merupakan teknik yang
mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari
efisiensi.
Perencanaan Operasional
Ketidakpastian yang disebabkan
oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada pertengahan atau
taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan strategis, tingkat
tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat rencana yang akan
dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana operasional dan
rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional.
Karena jadwal pada tingkat
operasional sesuai dengan set bagian homogen dari perencanaan taktis, yaitu,
mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang diperlukan di tingkat bawah
organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana operasional. Hal ini
dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah, dengan fokus pada
kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana dikembangkan untuk waktu
yang singkat.
Perencanaan Operasional ini
dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi. Membuat
perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan dicapai.
Bahkan, semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang
sangat mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik.
Termasuk tugas-tugas
operasional dan skema operasi yang benar dan efisien dalam menjalani sistem
pendekatan reduksionis proses khas ditutup. Hal ini dilakukan berdasarkan
proses diprogram dan teknik komputasi. Ini mengubah ide menjadi kenyataan, atau
mengeksekusi tujuan dari suatu tindakan melalui berbagai rute, jangka pendek
pekerjaan umumnya kurang dari 1 tahun
Perencanaan Normatif
Mengacu pada penciptaan
standar, kebijakan serta peraturan yang ditetapkan untuk operasi organisasi.
Hal ini bergantung pada pembentukan standar, metodologi dan metode untuk
berfungsinya kegiatan yang direncanakan.
Standar-standar tentang
pendirian aturan dan / atau undang-undang dan / atau kebijakan dalam setiap
kelompok atau organisasi, terutama untuk menjaga pengendalian, pemantauan dan
pengembangan perencanaan dan pengembangan standar dan kebijakan. Perencanaan
berhubungan erat dengan desain struktur organisasi. Ini berlaku di daerah yang
sangat spesifik, yang umumnya adalah mereka yang mengawasi dan menentukan aspek
pada tingkat lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sumber :